Keadilan Antargenerasi: Menuntut Hak Milenial dan Gen Z, Kini dan Nanti

by | Feb 3, 2023

  • Keadilan harus diwujudkan tak hanya untuk hari ini, tapi juga untuk generasi masa depan

  • Generasi masa depan yang merupakan milenial dan Gen Z berhak atas masa depan yang lebih baik, terdiri atas bumi yang lestari, kesejahteraan ekonomi hingga tegaknya hukum adil

  • Situasi hari ini mencerminkan kondisi sebaliknya, di mana alam makin rusak, ancaman utang yang mengikis kesejahteraan hingga hukum dan konstitusi yang diobrak-abrik

Sejatinya keadilan berlaku melintas waktu: dulu, kini dan nanti. Karenanya, tiap pihak memiliki kewajiban untuk berlaku adil bukan hanya pada eranya, tetapi juga era setelahnya. Filsuf Politik John Rawls (1971) menyatakan,  dalam mewujudkan keadilan, tak bisa hanya memperhatikan generasi hari ini, tapi juga generasi masa depan. Konsep itu kemudian lazim disebut sebagai Intergenerational Justice atau Keadilan Antargenerasi. 

Pakar etika publik Janna Thompson (1999)  merumuskan bahwa teori Keadilan Antargenerasi mempersoalkan masalah lingkungan sebagai isu utama. Prinsip keadilan antargenerasi menegaskan generasi hari ini memiliki tanggung jawab moral untuk mewujudkan kebaikan untuk generasi mendatang yang diwujudkan dalam ragam isu.

Lalu apa tolok ukur terwujudnya keadilan antargenerasi untuk generasi masa depan?. George Sher (1979)  menyebut generasi mendatang tak boleh dirugikan atas langkah yang diambil generasi hari ini, indikatornya generasi mendatang paling tidak harus sama sejahteranya dengan generasi hari ini dan tidak boleh lebih rendah kesejahteraannya dengan generasi sebelumnya.

Baca Juga: Republik Indonesia, Cita-cita Keadilan Sosial, dan Problem Ketimpangan

Sementara menurut John Rawls, indikator terwujudnya keadilan antargenerasi tak hanya kesejahteraan semata namun berupa kondisi yang diperlukan untuk membangun dan mempertahankan struktur dasar yang adil dari waktu ke waktu. Rawls menyebutnya sebagai Just Saving atau Tabungan Keadilan, di mana orang-orang yang hidup hari ini harus ‘menabung’ keadilan untuk generasi masa depan. Salah satu bentuk tabungan keadilan untuk generasi masa depan adalah mewujudkan institusi yang dapat menjamin keadilan dari masa ke masa.

Maka jika merujuk kepada Rawls, pemangku kepentingan utama dalam mewujudkan keadilan antargenerasi adalah pemerintah baik dalam dimensi eksekutif, legislatif hingga yudikatif. Pemangku kebijakan, perumus undang-undang hingga penegak hukum, dalam setiap kebijakan yang diambilnya bertanggungjawab tak hanya mewujudkan kemaslahatan hari ini tapi juga kemaslahatan untuk generasi di masa depan.

Hak Milenial dan Gen Z Kini dan Nanti

Seringkali pemuda atau kini berada dalam rentang generasi milenial dan Gen Z dituntut berperan hingga bertanggungjawab berkontribusi untuk bangsa. Dalam seminar dan kegiatan apapun seputar kepemudaan, jamak kita lihat mengangkat tema peran pemuda, tanggung jawab pemuda, kontribusi pemuda dan seterusnya. Bahkan dalam lirik lagu nasional kita, pemuda diminta berperan untuk negara, lalu masa yang akan datang pun jadi kewajiban pemuda.

Lalu, adakah pemuda yang kini terdiri dan milenial dan Gen Z, memiliki hak?. Tentunya di samping tanggung jawab, siapapun memiliki hak, termasuk milenial dan gen Z, lalu apa hak mereka?.

Jika kembali pada konsep Keadilan Antargenerasi, milenial dan Gen Z berhak mewarisi masa depan yang lebih baik, atau setidaknya tidak lebih buruk dari hari ini. Isunya bisa beragam, mulai dari lingkungan di mana generasi masa depan berhak mewarisi bumi yang lestari. 

Hari ini, bumi makin memanas akibat Emisi Gas Rumah Kaca dengan kenaikan suhu 1,1 derajat dibandingkan sebelumnya. Jika dibiarkan, dalam 20 tahun ke depan jika emisi tak dikendalikan, krisis iklim makin tak terkendali dengan meningkatnya ragam bencana hidrometeorologi yang makin tak terprediksi. Sementara menurut Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES), Indonesia terus kehilangan 680 ribu hektar hutan setiap tahunnya.

Dalam isu ekonomi, generasi masa depan juga berhak punya kesempatan untuk sejahtera. Persoalannya, kini Indonesia terus mengalami peningkatan utang luar negeri. Di era Jokowi, utang RI semakin bertambah hingga lebih dari Rp 7.000 Triliun. Memang rasio utang dibandingkan PDB masih bisa dibilang aman. Namun jika melihat pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat sementara utang semakin agresif, kondisi ekonomi Indonesia ke depan jelas terancam. Apalagi kapasitas pemerintah untuk membayar utang masih baru bisa menutup bunganya saja. 

Baca Juga: Utang Pemerintah dan Beban Masa Depan Gen Z

Dalam isu hukum, generasi masa depan berhak mewarisi institusi, konstitusi hingga regulasi yang tak cacat untuk menjamin keberlanjutan di segala aspek. Perumusan undang-undang yang buruk atau mencederai institusi negara, dapat menghancurkan kelembagaan negara., Di mana generasi yang akan datang bakal mewarisi institusi yang telah bobrok karena keculasan generasi hari ini.

Perumusan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) contohnya. Meski telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi, alih-alih membahas ulang bersama DPR, pemerintah lebih memilih untuk mengeluarkan Perppu. Belum lagi kita melihat independensi lembaga hukum yang kian pudar, DPR dengan terang-terangan mencopot Hakim MK karena menganulir sejumlah produk legislasi yang dinilai tak sesuai konstitusi.

Dengan sejumlah kasus tersebut, kita bisa melihat tidak adanya itikad sama sekali dari para pemangku kebijakan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik di bidang lingkungan, ekonomi hingga hukum. Artinya, hak-hak milenial dan gen Z yang selalu disebut-sebut sebagai penerus bangsa betul-betul diabaikan. Maka kini saatnya kita tak hanya berkontribusi untuk masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab pada bangsa, tapi mulai menuntut hak-hak kita untuk masa depan yang lebih baik.

Redaksi BersamaIndonesia

***