Menteri Policypreneur yang Diberhentikan Jokowi

by | Aug 21, 2023

Memburuknya Korupsi dan Menguatnya Konflik Kepentingan

Tata kelola pemerintahan yang baik menjamin terselenggaranya pembangunan yang berkemajuan dan berkeadilan. Tata kelola pemerintah di masa pemerintahan Joko Widodo bermasalah karena korupsi merajalela, dari unit pemerintahan terbawah sampai dengan pemerintah nasional. Sementara itu para menteri yang menegakkan tata kelola yang baik untuk mengurangi korupsi dan lebih berpihak kepada kepentingan rakyat malah diberhentikan.

Sementara sampai saat ini, agenda pemberantasan korupsi oleh rezim Jokowi tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Alih-alih membaik, agenda pemberantasan korupsi justru mengalami kemunduran dalam beberapa waktu terakhir. Indeks Persepsi Korupsi 2022 yang dilansir Transparency International Indonesia menunjukkan penurunan terburuk sepanjang era reformasi, yaitu dari poin 38 menjadi 34 (turun 4 poin). Situasi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di Asia Tenggara.

Penggambaran situasi pemburukan korupsi itu ditengarai karena penguatan korupsi politik dalam badan kenegaraan. Serangkaian kasus pejabat publik yang ditangkap korupsi serta figur bermasalah yang memimpin KPK menunjukkan bukti tersebut. Persoalan lain adalah menguatnya konflik kepentingan (conflict of interest) dan kepentingan personal (vest of interest) di mana penguasa yang memiliki jabatan publik (regulator) juga merangkap sebagai pelaku usaha seperti dalam kasus kendaraan listrik dan hilirisasi nikel. Persoalan-persoalan ini hanya mungkin diatasi dengan penegakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang didorong oleh pemimpin berkarakter policy entrepreneurship (policypreneur) sebagai driver utamanya.

Policypreneur adalah orang yang berusaha mempengaruhi agenda kebijakan publik dengan menggunakan berbagai sumber daya, strategi, dan jaringan. Seringkali kebijakan yang diperjuangkan oleh policypreneur sangat penting namun tidak populer, dan oleh karenanya mereka bertindak sebagai agen perubahan dalam sistem politik. Karakter policypreneur yang mendorong perubahan kebijakan melalui inovasi dibutuhkan untuk mengatasi titik kritis seperti pemburukan korupsi dalam pengelolaan negara.

Indonesia pernah memiliki menteri-menteri policypreneur yang tidak hanya melakukan peningkatan/perbaikan (improvement) atas kebijakan sebelumnya, melainkan juga melakukan desain ulang (redesigning) kebijakan yang menyasar secara sistemik dengan melembagakan tata kelola berkeadilan sosial. Di mana pada saat bersamaan, penguatan kelembagaan berkeadilan sosial tersebut sejalan dengan tindakan-tindakan anti-korupsi.

Menteri-menteri tersebut antara lain: Sudirman Said (Menteri ESDM 2014-2016), Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019), Anies Baswedan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2014-2016), serta Ignasius Jonan (Menteri Perhubungan 2014-2016). Tragisnya, menteri-menteri tersebut diberhentikan Presiden Joko Widodo.

Inovasi dan Tata Kelola Menteri Policypreneur

Policypreneur adalah aktor yang berusaha untuk menghubungkan tiga aliran dalam agenda setting kebijakan publik, yaitu aliran masalah (problem stream), aliran solusi (policy solution stream), dan aliran politik (politics stream).

Problem stream adalah aliran yang berkaitan dengan masalah publik seperti peristiwa krisis dan membutuhkan perhatian pemerintah. Policy solution stream adalah aliran yang berkaitan dengan solusi kebijakan yang ditawarkan oleh para ahli, kelompok kepentingan, atau birokrat untuk menyelesaikan masalah publik. Sementara politics stream adalah aliran yang berkaitan dengan faktor-faktor politik seperti suasana politik nasional, opini publik, kelompok penekan, partai politik dan media massa yang mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.

Seorang policypreneur harus mampu mengidentifikasi jendela kesempatan (policy window) yang terbuka ketika ketiga aliran tersebut saling bertemu, dan menawarkan solusi yang sesuai dengan masalah dan kondisi politik yang ada. Tabel berikut menggambarkan secara ringkas bagaimana posisi Sudirman Said, Susi Pudjiastuti, Anies Baswedan dan Ignasius Jonan pada tiga streams yang dialami pada masing-masing sektor/kementerian yang mereka pimpin:

Menemukan Jendela Kesempatan Kebijakan (Policy Window)

Policypreneur harus mampu melihat policy window yang terbuka saat ketiga streams memiliki irisan satu-sama lain. Hal inilah yang ditunjukan oleh Sudirman Said saat memimpin kementerian ESDM sepanjang 2014-2016. Ia menduduki jabatan menteri saat sektor migas yang dipimpinnya menjadi “ladang basah” korupsi dan berkumpulnya para mafia. Ambisinya untuk memperbaiki tata kelola migas mengantarkan Sudirman Said menemukan jendela kesempatan (policy window) yang kemudian didorongnya secara signifikan: memecat pejabat korup di kementeriannya, melaporkan ketua DPR (Setya Novanto), hingga membubarkan PETRAL yang dianggap menjadi sarang mafia.

Menteri ESDM RI (2014-2016), Sudirman Said (Antara/2015)

Ia mengetahui bahwa dukungan publik sangat penting, dan itulah mengapa dibentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) yang bertugas untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan, regulasi, organisasi, dan praktik bisnis di sektor migas. Tim ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, DPR, KPK, akademisi, praktisi, dan masyarakat sipil. Hasil dari evaluasi ini kemudian disusun dalam sebuah dokumen yang berisi rekomendasi-rekomendasi konkret untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan kemandirian sektor migas.

Hal serupa juga dapat kita lihat pada apa yang dilakukan Susi Pudjiastuti, Anies Baswedan, serta Ignasius Jonan. Susi Pudjiastuti memperbaiki tata kelola kelembagaan dengan menindak tegas aktivitas illegal fishing dan menciptakan efisiensi berkeadilan terutama kesejahteraan bagi nelayan lokal. Ini menunjukkan bahwa penegakkan good governance Susi Pudjiastuti juga mendorong kedaulatan maritim Indonesia. Anies Baswedan menguatkan tata kelola pendidikan dengan membentuk neraca pendidikan daerah untuk mengetahui keseimbangan antara anggaran pendidikan yang masuk dengan keluaran yang dihasilkan. Tujuan besar dari adanya neraca pendidikan ini adalah terciptanya ekosistem pendidikan yang hidup serta interaksi antarpelaku pendidikan atau pemangku kepentingan di bidang pendidikan.

Sementara Ignasius Jonan juga memanfaatkan policy window dengan mendorong manajemen perhubungan yang lebih efisien dan adil bagi masyarakat. Ia menurunkan tarif angkutan udara dan laut untuk meminimalisasi disparitas harga transportasi antara wilayah timur dan barat Indonesia. Hal penting dari sikap Ignasius Jonan adalah menolak pembangunan Kereta Api Cepat yang ingin dijadikan landmark oleh rezim Jokowi. Ia memanfaatkan celah sempit kebijakan tersebut sekalipun suasana politik dan kepentingan elit bertentangan dengan pendiriannya.

Pemerintahan yang bekerja dengan tata kelola yang baik dan inovatif mendekatkannya kepada keadilan sosial. Pemerintahan 2024 membutuhakan para policypreneur tersebut.