Bersamaindonesia.id, Bekasi – Bekasi merupakan kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Perputaran roda ekonomi yang masif, selain membawa manfaat juga memunculkan efek samping seperti rusaknya lingkungan hidup. Salah satu masalah lingkungan terbesar di Bekasi adalah masalah sampah yang tidak dikelola dengan baik.
Hal itu diungkapkan oleh Aktivis Lingkungan asal Bekasi Yessica Levani dalam Diskusi dan Launching BersamaIndonesia Chapter Bekasi, Jumat (7/4/2023). Yessica menekankan bahwa Milenial-Gen Z tak boleh tinggal diam melihat kerusakan lingkungan yang semakin parah dari waktu ke waktu.
“Kita perlu tahu dan aware bahwa isu lingkungan yang sangat mempengaruhi kita. Itu sangat relate dengan setiap aspek kehidupan kita,” tegas perempuan yang bekerja di Waste4Change itu.
Baca Juga: Diskusi dan Launching BersamaIndonesia Chapter Depok: Bisakah Negara Mewujudkan Keadilan Sosial?
Yessica mencontohkan kondisi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bekas yang sudah 30 tahun berdiri namun tidak pernah direlokasi. Akibatnya polusi tanah dan air semakin buruk di sana dan membawa efek negatif ke sekitarnya.
“Padahal sampah seharusnya jadi potensi ekonomi tapi diabaikan dan jadi terbengkalai,” tegas Yessica.
Jika terus diabaikan, kerusakan lingkungan akan semakin memburuk dan diwarisi oleh generasi selanjutnya. Keadilan Antargenerasi pada akhirnya tak akan terwujud di mana generasi mendatang yang seharusnya menghadapi kondisi yang lebih baik justru mewarisi kerusakan lingkungan yang semakin parah.
“Ini isu yang akan lebih buruk yang akan diwarisi anak cucu kita. Kita harus bergerak, berkolaborasi,” kata Yessica.
Dalam level individu, sudah banyak upaya yang dilakukan publik untuk menyelamatkan lingkungan. Di antaranya adalah memilah sampah rumah tangga, kendati demikian menurut Yessica perlu dilakukan kolaborasi secara kolektif.
“Memilah sampah sendiri tak akan ada gunanya dibanding kalau jadi gerakan kolaborasi. Jika kita berkolaborasi, suara kita akan terdengar oleh pemerintah,” ungkapnya.
Senada dengan Yessica, Co-Founder BersamaIndonesia Dr Rahmat Yananda menyebut bahwa industri di Indonesia yang mayoritas masih bersifat ekstraktif telah memberikan dampak berupa perubahan iklim. Dampak perubahan iklim itu, kata Rahmat akan berdampak pada generasi masa depan terutama Milenial-Gen Z.
Baca Juga: Diskusi dan Launching BersamaIndonesia Chapter Bogor: 2 Jalan Milenial-Gen Z Wujudkan Perubahan
“Untuk itulah gerakan bersama Indonesia lahir, ini gerakan politik yang hendak mengajak Milenial-Gen Z memutuskan dan menunjuk siapa yang paling pantas mengelola urusan kita,” ujar Rahmat.
Terkait dengan pengelolaan sampah, Rahmat menyayangkan mayoritas pelayanan sampah hingga level rumah tangga masih dikelola oleh swasta dan bukan oleh pemerintah. Artinya, pemerintah belum memperhatikan urusan sampah secara holistik.
“Tata kelola sampah itu bagian dari equity, semua orang mesti dapat pelayanan sampah,” kata Rahmat.
Sementara menurut Pegiat Kepemudaan asal Bekasi, Aqil Wilda Arief, perlu kolaborasi lintas sektor antara pemerintah dengan berbagai pihak terutama masyarakat untuk duduk bersama mencari solusi atas berbagai persoalan terutama persoalan sampah.
“Kita perlu bangun model kolaborasi seperti pentahelix, dimana pemerintah harus mampu menjaring partisipasi berbagai pihak dalam perumusan kebijakan publik. Terutama komunitas, pengusaha, media hingga akademisi,” tutur Aqil.
Dalam diskusi tersebut, hadir puluhan pemuda Bekasi yang terdiri dari pelajar, mahasiswa hingga pegiat sosial. Di penghujung acara dideklarasikan BersamaIndonesia Chapter Bekasi yang dikoordinasi oleh Aqil Wilda Arief.
***