-
Korupsi adalah musuh tata kelola pemerintahan yang baik dan ancaman untuk pembangunan yang berkelanjutan. Korupsi juga merampas hak generasi masa depan untuk hidup lebih baik.
-
Sayangnya, pemberantasan korupsi di Indonesia semakin memburuk seiring melemahnya KPK dan berbagai pelanggaran etik yang dilakukan pimpinannya.
-
Jika tak ada pembenahan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, tata kelola kebijakan di berbagai aspek seperti pendidikan, kesehatan hingga ekonomi akan semakin memburuk. Akibatnya Human Development Index (HDI) akan semakin merosot.
Tata kelola pemerintahan yang baik menjadi penggerak (enabler) untuk pembangunan yang berdampak untuk kepentingan saat ini dan keberlanjutan ke masa depan. Artinya, pembangunan yang terselenggara dengan baik akan memberikan manfaat untuk generasi saat ini dan menjadi jembatan yang menyambungkan manfaat tersebut ke generasi masa depan. Keberlanjutan tersebut membutuhkan kehadiran pemembangunan yang terselenggara dengan tata kelola yang baik (good governance).
Korupsi adalah musuh tata kelola pemerintahan yang baik dan ancaman untuk pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan yang dikorupsi secara nyata akan mengurangi (bahkan dapat menggagalkan) manfaat pembangunan secara langsung di masa kini dan ke masa depan. Produk pembangunan menjadi tidak berkualitas akibat dikorupsi yang akan mengancam daya saing manusia Indonesia. Misalnya, korupsi diĀ sektor kesehatan dan pendidikan. Kesehatan dan pendidikan yang buruk melahirkan manusia yang kurang berkualitas, kurang berdaya saing dan tidak mampu membawa bangsa dan negara maju ke depan. Melelemahkan bangsa saat ini dan ke masa depan.
Kondisi pembangunan manusia yang baik di suatu negara (dinyatakan melalui nilai HDI yang tinggi), semakin besar kemungkinan bahwa generasi masa depan juga akan mendapatkan manfaat yang sama. Tata Kelola pemerintahan yang baik bebas dari akan menjembatani proses tersebut.
Negara yang memiliki HDI yang tinggi cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber daya, termasuk pendidikan dan kesehatan. Sehingga, generasi masa depan yaitu kelompok Milenial-Gen Z memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berkembang dan memanfaatkan potensi mereka secara optimal (ekspansi kapabilitas).
Ketika korupsi menghambat pembangunan manusia, artinya pada saat bersamaan, korupsi juga mencederai hak-hak Milenial-Gen Z di masa depan. Korupsi jelas memiliki keterkaitan erat dengan persoalan keadilan antargenerasi, yang dalam hal ini, korupsi berefek pada ketidakadilan antargenerasi (sebagai konsep berkebalikannya).
Contoh konkret dari dampak korupsi terhadap ketidakadilan antargenerasi adalah ketidakadilan dalam pendidikan. Korupsi dalam pendidikan dapat menyebabkan kualitas pendidikan menurun, yang kemudian akan menghasilkan generasi yang kurang berkualitas dalam hal pendidikan. Hambatan pada ekspansi kapabilitas Milenial-Gen Z akan menyebabkan semakin sulitnya meraih pekerjaan yang baik/layak dan memenuhi kebutuhan hidup mereka di masa depan.
Selain itu, korupsi juga dapat mengakibatkan ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan. Korupsi dalam pelayanan kesehatan dapat menyebabkan kualitas pelayanan kesehatan menurun dan akses ke pelayanan kesehatan menjadi lebih sulit bagi Milenial-Gen Z di masa depan.
Korupsi mengambil sumber daya yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum dan masa depan generasi yang akan datang. Untuk mengatasi dampak korupsi terhadap ketidakadilan antargenerasi, diperlukan tindakan nyata untuk memerangi korupsi dan memperkuat negara yang lebih demokratis.
Korupsi Mengancam Masa Depan Generasi Milenial-Gen Z
Merosotnya kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pascapengesahan RUU KPK menjadi Undang-Undang pada 2019 silam menjadi sinyalemen pemburukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Revisi tersebut berakibat pada pelemahan institusional yang menimbulkan potensi permasalahan baru.
Salah satunya adalah pelemahan independensi karena KPK ditempatkan sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif, yang berpotensi besar pada campur tangan (politisasi) kekuasaan. Campur tangan kekuasaan akan menjadi penghambat utama bagi KPK dalam menindak berbagai korupsi yang justru lazim dilakukan oleh para penguasa.
Dampak dari pelemahan independensi tersebut sangat terlihat ketika Firli Bahuri yang telah melakukan pelanggaran sejak menjabat sebagai deputi penindakan KPK pada 2018 justru menjadi pimpinan tertinggi KPK pada periode setelahnya.
Rusaknya penegakan hukum di KPK semakin nyata ketika Firli menjabat posisi Ketua KPK di mana berbagai rangkaian pelanggaran etik terus terjadi di dalam lembaga antirasuah tersebut. Puncaknya, Firli diduga membocorkan dokumen hasil penyelidikan KPK di kementerian ESDM yang dianggap tidak hanya melanggar etik melainkan juga pidana.
Persoalan internal KPK merambat pada banyaknya kasus-kasus korupsi besar yang justru tampak diabaikan. Seiring sejalan dengan situasi korupsi saat ini, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis Transparency International (TI) menunjukkan angka 34 pada 2022, atau turun sebesar 4 (empat) poin dibanding tahun sebelumnya yaitu 38. TI bahkan menganggap bahwa penurunan IPK Indonesia adalah penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi.
Korupsi Menghambat Pembangunan Manusia
Berbagai permasalahan dalam tubuh KPK dan penurunan skor IPK secara signifikan pada dasarnya bermuara pada satu isu yang sama: pemburukan korupsi di Indonesia.
Korupsi yang didefinisikan oleh kamus Merriam-Webster sebagai penyalahgunaan kekuasaan oleh pemangku otoritas tidak hanya memberikan dampak kerugian bagi generasi hari ini saja, melainkan generasi masa depan yang dalam hal ini adalah Milenial-Gen Z.
Isu krusial yang berkaitan dengan nasib generasi Milenial-Gen Z di masa depan adalah bahwa korupsi menghambat berbagai dimensi pembangunan manusia. Grafik yang ditampilkan Our World in Data di bawah ini menunjukkan korelasi kuat antara buruknya korupsi dengan kualitas pembangunan manusia di suatu negara.
Berbasiskan data Human Development Index (HDI) oleh PBB dan Corruption Perception Index (CPI) oleh TI, terdapat asosiasi positif antara skor HDI dan CPI secara global. Negara-negara dengan skor CPI rendah (highly corrupt) cenderung memiliki skor HDI yang rendah pula (low development).
Korupsi memiliki dampak negatif signifikan terhadap HDI, yang merupakan sebuah indeks untuk mengukur kemajuan pembangunan manusia suatu negara. HDI terdiri dari tiga indikator utama; yaitu pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.
Dari segi pendapatan, korupsi dapat merusak ekonomi suatu negara, karena korupsi mengarah pada pemborosan, pengalihan dana, dan kurangnya investasi dalam sektor publik. Hal ini dapat menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat secara keseluruhan, serta kesenjangan pendapatan yang lebih besar antara kelompok masyarakat kaya dengan miskin.
Dari segi kesehatan, korupsi dapat mengurangi alokasi dana untuk sektor kesehatan. Kurangnya dana untuk sektor kesehatan dapat mempengaruhi layanan kesehatan yang tersedia untuk masyarakat, serta ketersediaan obat-obatan dan fasilitas kesehatan yang memadai.
Sementara dari segi pendidikan, kurangnya dana untuk sektor pendidikan akibat korupsi dapat mempengaruhi kualitas pendidikan yang tersedia untuk masyarakat, serta ketersediaan fasilitas dan sumber daya yang memadai untuk mendukung pendidikan yang berkualitas.
Redaksi BersamaIndonesia
***