Anies Baswedan, Keadilan Transportasi, dan Inovasi Jakarta

by | Jul 21, 2023

Pemimpin Kolaboratif

Kolaborasi menjadi pendekatan utama dalam tata kelola dan kepemimpinan Anies Baswedan selama menjadi gubernur DKI Jakarta. Kolaborasi sendiri menjadi brand kota Jakarta yang diusung Gubernur Anies melalui ikon Jakarta Kota Kolaborasi. Kota kolaborasi sendiri adalah konsep kepemimpinan dan tata kelola urban yang melibatkan berbagai aktor (terutama aktor non-negara) secara formal, demokratis, dan berorientasi konsensus untuk mencapai keputusan publik bersama-sama.

Kolaborasi mensyaratkan keterlibatan langsung para aktor non-negara tersebut untuk merumuskan dan mendesain kebijakan publik. Kolaborasi lebih dari sekadar konsultatif yang biasa dilakukan dalam model kepemimpinan dan tata kelola publik lama, di mana aktor non-negara dilibatkan hanya untuk memberi masukan sementara keputusan publik tetap berada di tangan aktor pemerintah.

Kolaborasi adalah suatu bentuk tata kelola dan kepemimpinan yang paling dekat dengan perwujudan keadilan sosial dalam kebijakan publik. Kolaborasi menjadi metode perumusan kebijakan publik yang memungkinkan semua pihak terlibat secara bermakna (meaningful participation) dalam ruang yang setara, inklusif, dan berorientasi pada pemenuhan kepentingan hidup bersama secara berkelanjutan.

Kepemimpinan kolaboratif adalah karakter yang melekat pada diri pemimpin politik sebagai seorang policypreneur berorientasi pada keadilan sosial sebagai common goods, karena ia tidak hanya mengimprovisasi kebijakan, melainkan juga mendesain ulang (redesign) bagaimana kebijakan itu dibuat. Anies Baswedan adalah sosok policypreneur berkeadilan sosial tersebut karena berhasil mengubah paradigma kebijakan pembangunan DKI Jakarta menjadi berbasis tata kelola kolaborasi yang belum dilakukan oleh para pemimpin daerah sebelumnya.

Kota kolaborasi sendiri telah diterapkan di berbagai negara dunia, salah satunya kota Porto Alegre melalui metode participatory budgeting. Di Porto Alegre, kolaborasi dalam menentukan anggaran pembangunan dan perencanaan kota dilakukan melalui partisipasi langsung para pemangku kepentingan, terutama warga, dalam menentukan pos anggaran penting. Hasilnya, keadilan sosial teradministrasi dengan baik dalam kebijakan, di mana akses sanitasi dan tingkat kesehatan warga kota di sana semakin membaik.

Kepemimpinan kolaboratif Anies Baswedan juga mewujud dalam berbagai instrumen kebijakan publik. Saat COVID-19 menerjang di mana Jakarta menjadi episentrum wabah, Gubernur Anies Baswedan menerapkan Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) dengan berbagai elemen masyarakat dan sektor privat lewat kolaborasi sosial dan teknologi dalam rangka membangun sistem serta masyarakat yang resilien terhadap COVID-19.

Penataan kampung berbasis kolaborasi juga menjadi mainstream pendekatan Gubernur Anies selama memimpin Jakarta. Bentuk kolaborasi itu disebut sebagai Community Action Plan (CAP) dan Collaborative Implementation Program (CIP) di mana warga dan pemprov DKI Jakarta saling berkolaborasi dalam merencanakan pembangunan perumahan dan permukiman yang sesuai dengan kebutuhan. Kepemimpinan kolaboratif juga menjadi bagian penting di balik proses integrasi multimoda tranportasi publik sebagai esensi dasar kebijakan program JakLingko Anies Baswedan.

Inovasi ke Masa Depan

Urbanisasi telah menjadi megatrend global yang akan menentukan kehidupan masyarakat dunia di masa depan. Diperkirakan pada 2050 mendatang, dua pertiga populasi dunia akan tinggal di daerah perkotaan. Indonesia sendiri menjadi negara dengan laju urbanisasi yang begitu cepat. Pada 2020 lalu, ada sekitar 56,7 persen penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan berdasarkan data BPS. Jumlahnya pada 2045 diproyeksikan meningkat hingga 70 persen dari total populasi penduduk.

Megatrend urbanisasi mendorong pada situasi dunia yang semakin bergejolak, penuh ketidakpastian, kompleks, dan ambigu atau dikenal dengan akronim VUCA. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa pemimpin harus memiliki visi yang menggerakkan kota berkeadilan dan berkelanjutan sebagai salah satu pilar dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Membangun kota berkeadilan dan berkelanjutan berarti menciptakan berbagai peluang sosial dan ekonomi yang inklusif.

Ini memerlukan investasi dan keberpihakan dalam pembangunan sistem transportasi publik berorientasi transit (transit-oriented development), menciptakan ruang publik hijau, dan meningkatkan perencanaan serta manajemen perkotaan dengan cara partisipatif-kolaboratif. Manajemen kolaboratif semakin relevan dalam menguatkan kapasitas dinamis pelembagaan negara dalam merespons isu publik yang kian kompleks. Kompleksitas masalah seperti krisis iklim dan ketimpangan sosial hanya mungkin diatasi dengan proses inovasi sosial di bawah kepemimpinan kolaboratif.

Jakarta sebagai pusat ekonomi Indonesia sejak lama dihadapkan dengan beban lingkungan dan sosial seperti polusi udara hingga ketimpangan sosial. Di antara sebab dari permasalahan tersebut adalah ketergantungan tinggi pada kendaraan (bermotor) pribadi (car-oriented development) yang membebani lingkungan dan ketimpangan akses mobilitas warga terutama bagi kelas sosial bawah.

Inovasi kebijakan yang mampu menggeser paradigma car-oriented menjadi transit-oriented diperlukan tidak hanya untuk mengentaskan masalah tersebut, melainkan juga memenuhi syarat sebagai kota berkeadilan dan berkelanjutan. Esensi dasar dari kota berkeadilan dan berkelanjutan adalah ruang hidup yang dibangun untuk melindungi lingkungan, membela keadilan sosial, dan mendorong pembangunan ekonomi inklusif yang tidak meninggalkan siapa pun.

Kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan di Jakarta telah menunjukkan inovasi kebijakan transportasi yang secara fundamental mengubah paradigma car-oriented menjadi transit-oriented di mana keadilan sosial adalah basis utamanya. Kebijakan tersebut diturunkan dari visi Kota Global yang didefinisikan sebagai suatu keseimbangan antara pertumbuhan berkelanjutan, perlindungan lingkungan, dan kualitas hidup yang tinggi bagi penduduknya.

Upaya fundamental tersebut mengantarkan kota Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan untuk meraih penghargaan Sustainable Transport Award pada 2021 oleh Institute for Transportation & Development Policy (ITDP). Penghargaan tersebut merujuk pada inovasi kebijakan yang menjadi ciri policypreneur berorientasi keadilan sosial, yang diwujudkan melalui usaha integrasi multimoda transportasi publik dengan proses/metode perumusan kebijakan publik berbasis tata kelola kolaboratif (collaborative governance).

Potongan berita Jakarta kota pertama Asia Tenggara yang meraih penghargaan transportasi berkelanjutan. Sumber: Berita Satu.

Kepemimpinan dan Tata Kelola Kolaboratif

Kepemimpinan dan tata kelola kolaboratif (collaborative governance) merujuk pada upaya bersama untuk memecahkan masalah publik yang tidak lagi dapat dilakukan secara sepihak. Pengertian lebih solid kemudian diungkap oleh Ansell & Gash bahwa collaborative governance adalah pelaksanaan pemerintahan di mana satu atau lebih dari agen publik (public agency) melibatkan secara langsung pemangku kepentingan (stakeholders) non-pemerintah dalam perumusan kebijakan. Proses itu terjadi secara formal, berorientasikan konsensus, dan deliberatif untuk mengimplementasikan public policy atau manajemen aset publik.

Kepemimpinan kolaboratif sangat ditentukan oleh peranan pemimpin politik sebagai driver utamanya. Gubernur Anies menjadikan kolaborasi sebagai backbone dari metode perumusan kebijakan publik di mana asumsinya, solusi bukanlah monopoli pemerintah, melainkan datang dan dirumuskan bersama. Ini adalah kebersamaan dalam menentukan kebijakan publik, di mana pemerintah hadir sebagai kolaborator sementara warga adalah ko-kreator.

Sistem JakLingko yang dirumuskan Gubernur Anies datang melalui metode kolaborasi mengingat pengusaha / operator layanan angkutan umum di Jakarta selama ini begitu beragam. Operator itu mencakup berbagai koperasi dan perusahaan seperti KWK, Kopaja, Metromini, dan lain sebagainya. Proses kolaborasi pertama kali dilakukan dengan melakukan dialog partisipatif dengan para operator tersebut dalam ruang yang setara.

Partisipasi bermakna terwujud dalam bentuk terlibatnya para operator tersebut menentukan biaya satuan (unit cost) hingga tarif yang harus dibayarkan. Dari sinilah muncul kesepakatan di mana pemerintah membayar jasa penyedia transportasi kepada para operator tersebut, dan mereka menjadi bagian dari Transjakarta dengan manajemen yang memungkinkan para penggunanya merasa aman, nyaman, dan semakin terjangkau.

Pelibatan para operator dalam setiap tahapan penting di balik proses integrasi menjamin keadilan dan kebersamaan, di mana sebelumnya mereka terus dirugikan karena merasa pemerintah adalah operator angkutan (karena memiliki Transjakarta) sekaligus regulator. Kolaborasi sangat esensial untuk menjamin proses perumusan kebijakan publik yang berkeadilan.

Metode kolaborasi Gubernur Anies telah menjamin bahwa para pengusaha angkutan eksisting seperti angkot tidak terpinggirkan di dalamnya. Metode ini kontras dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sebelumnya yang pernah mewacanakan untuk menghapus angkot dari jalanan Jakarta. Metode kolaborasi justru mampu mengatasi antagonisme berkepanjangan antara operator angkot dengan pemprov DKI Jakarta sehingga terjadi sinergi dan konsensus.

Potongan berita bahwa Gubernur Basuki Tjaha Purnama hendak menghapus angkot dari Jakarta. Sumber: CNN Indonesia.

Metode kolaborasi memungkinkan usaha angkutan kota yang sebelumnya dianggap buruk dari sisi pelayanan, kini bertransformasi menjadi manajemen yang lebih baik dengan nama Mikrotrans tanpa memberikan efek kerugian kepada mereka. Metode kolaborasi juga membuat bus kecil tersebut menemukan relevansinya sebagai pengumpan (feeder) antara perjalanan awal (first mile) dan perjalanan akhir (last mile). Mikrotrans menghubungkan antara area pemukiman warga dengan simpul transportasi massal, dan juga antara simpul transportasi massal dengan tujuan akhir perjalanan.

Sistem JakLingko yang diberlakukan sejalan dengan peningkatan cakupan layanan transportasi publik di mana kini 87 persen warga Jakarta dekat dengan angkutan umum pada radius 500 meter dari titik perhentian. Sejalan juga dengan peningkatan jumlah penumpang transportasi publik hingga dua kali lipat antara 2017 hingga 2019.

JakLingko, Keadilan Transportasi

Sistem integrasi transportasi publik yang diakui secara global karena menjamin keberlanjutan dan keadilan menjadi bagian inheren dalam kebijakan transportasi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan.

Sistem integrasi yang diperkenalkan dan dilakukan oleh Gubernur Anies diberi nama JakLingko, di mana “Jak” merujuk pada Jakarta sementara “Lingko” adalah bahasa Manggarai yang berarti jejaring. Penamaan ini merujuk pada sistem integrasi jejaring transportasi multimoda di Jakarta yang menjadi kebijakan Gubernur Anies.

Lintasan kebijakan tersebut dimulai sejak Januari 2018, Transjakarta memulai piloting layanan terintegrasi melalui skema yang dinamakan Ok-Otrip, sebuah program yang merupakan janji kampanye Gubernur Anies, dan kini bertransformasi menjadi JakLingko.

Langkah awal Gubernur Anies adalah menginkorporasikan operator angkutan paratransit yang dikenal dengan istilah angkutan kota (angkot) di bawah naungan sistem Transjakarta.

Proses inkorporasi itu dilakukan melalui kolaborasi di mana sang Gubernur berdiskusi langsung dengan para operator, melakukan studi kelayakan bisnis, serta uji coba rute. Operator eksisting tersebut menandatangani kontrak dengan Transjakarta secara multiyear dan berkomitmen pada layanan tersandarisasi yang kemudian diberikan nama “Mikrotrans”.

Miktrotrans di jalanan Jakarta. Sumber: Medcom.id

Kini, angkot-angkot yang telah bertransformasi menjadi mikrotrans terintegrasi layanannya dengan moda lain seperti BRT, di mana peranan mereka adalah sebagai angkutan pengumpan (feeder).

Usaha integrasi ini memunculkan perubahan signifikan paling tidak selama dua tahun sejak sistem tersebut mulai berjalan. Beberapa key facts tersebut antara lain peningkatan rute perjalanan sebanyak 188 persen sejak 2016 hingga 2020, menjangkau 82 persen aksesibilitas layanan transportasi warga Jakarta, serta mengurangi 76 ribu ton CO2 selama dua tahun. Sistem integrasi melalui JakLingko berhasil mempercepat kota Jakarta menjadi kota berkeadilan dan berkelanjutan.

JakLingko mengintegrasikan rute, manajemen, dan pembayaran. Ketiga dimensi tersebut menjadi kerangka bagi integrasi layanan yang mencakup bus besar, bus sedang, bus kecil, dan layanan transportasi berbasis rel seperti KRL Commuter Line dan MRT. Integrasi manajemen kemudian dilakukan dengan pendirian perusahaan patungan PT JakLingko Indonesia pada 15 Juli 2020 lalu.

Pandemi COVID-19 menjadi masa di mana Gubernur Anies mempercepat pembangunan jalur sepeda. Ini beriringan dengan kenyataan pembatasan jarak sosial dan meningkatnya kesadaran kesehatan di mana semakin banyak warga DKI Jakarta yang menggunakan sepeda. Hingga akhir 2022, telah dibangun 309,5 km jalur sepeda. Jalur sepeda, termasuk di antaranya penataan trotoar dikonsepkan oleh Gubernur Anies untuk terhubung dengan moda transportasi baik mikrotrans, bus besar, hingga angkutan berbasis rel.

Integrasi Jejaring Multimoda Transportasi Publik

Tidak terintegrasinya sistem transportasi publik telah lama menjadi keluhan utama dalam survei kepuasan para pelaju di berbagai dunia. Untuk mencapai tujuan perjalanan, misalnya, seorang pelaju seringkali terpaksa mengambil beberapa rute, masing-masing dengan jadwal dan stasiun transfer yang berbeda tetapi tanpa adanya koordinasi satu moda dengan moda lainnya.

Akibatnya, pelaju mungkin harus berjalan jauh untuk melakukan transfer antarmoda dan membayar beberapa tarif. Kondisi ini menciptakan layanan yang tumpang tindih dan menghambat pelaju karena biaya berupa waktu tempuh dan tarif menjadi jauh lebih besar.

Isu teknis di balik integrasi jejaring multimoda adalah menyediakan akses mobilitas sejak awal hingga akhir perjalanan (first and last mile) secara efisien sekaligus berkeadilan. Sistem ini efisien karena memangkas biaya perjalanan secara signifikan, sementara berkeadilan karena hak mobilitas warga terpenuhi seluruhnya tanpa memandang kelas sosial (equality). Pada saat bersamaan, sistem ini juga berkelanjutan karena menekan penggunaan kendaraan bemotor pribadi yang artinya mengurangi beban lingkungan perkotaan.

Dalam praktiknya, sistem integrasi multimoda transportasi memiliki lima indikator operasionalisasi. Indikator pertama adalah integrasi fisik dalam arti infrastruktur yang dibangun menunjang perpindahan antarmoda. Indikator kedua adalah integrasi jejaring moda transportasi yang memungkinkan terwujudnya koordinasi dan konsolidasi rute perjalanan.

Indikator ketiga adalah integrasi tarif yang memungkinkan pelaju membayar tarif yang lebih efisien. Indikator keempat adalah integrasi informasi yang memungkinkan pelaju mendapatkan panduan perjalanan mutlimoda secara mudah. Indikator kelima adalah integrasi institusional di mana manajemen transportasi publik di bawah koordinasi yang sama.

Integrated Public Transport Hierarchy of Needs. Sumber: Dipanjan Nag et al (2019)

Di Singapura yang memiliki sistem transportasi terbaik dunia, integrasi fisik dan jejaring terjadi melalui koneksi multimoda antara Mass Rapid Transit (MRT) dan Bus Rapid Transit (BRT), infrastruktur trotoar, jalur sepeda, dengan area pemukiman dan pusat-pusat aktivitas warga sehingga first and last menjadi berjalan efisien.

Sistem integrasi tersebut di bawah manajemen Land Transport Authority (LTA)[16] yang bekerjasama dengan berbagai operator transportasi, serta TransitLink untuk pusat informasi perjalanan dan manajemen tarif.

Di Hong Kong, integrasi transportasi publik juga memungkinkan para pelaju untuk melakukan perpindahan multimoda secara efisien karena jejaring dan infrastruktur yang saling terkoneksi satu sama lain. Moda transportasi seperti MRT, BRT, feri, dan trem ringan saling terhubung dalam jejaring transportasi di mana manajemen dilakukan secara integratif, termasuk penggunaan kartu pintar tunggal seperti Octopus Card untuk pembayaran tarif perjalanan.

Integrasi jejaring multimoda transportasi publik di berbagai kota di dunia pada dasarnya adalah untuk mengentaskan problem kesenjangan akses mobilitas. Sistem integrasi transportasi publik adalah bentuk administratif dari transportasi berkeadilan dan berkelanjutan karena mendorong efisiensi dan keterjangkauan akses mobilitas bagi semua lapisan sosial. Dengan kata lain, ia menyentuh dimensi distributif dari ruang kota karena adanya prinsip keadilan yang melekat dalam struktur sosial.

***

Redaksi BersamaIndonesia